Materi Kampanye Anies – Sandi dalam Pilgub DKI 2017 tentang Kredit Rumah Murah dengan DP 0%, atau DP Rp 0, atau Tanpa DP, atau apapun namanya, telah menjadi Polemik berkepanjangan di beberapa kalangan yang menjadi pemerhatinya, tak terkecuali di media sosial.

Banyak sekali Pendapat yang Saya baca tentang Program Kredit ini. Siampang-siur Pendapat menjadikan Saya tergerak untuk mengulas beberapa hal, tentang bisa atau tidaknya Program ini dijalankan menurut apa yang Saya ketahui.

Mungkinkan KPR dengan DP Rp 0 dilaksanakan ?.

Ditinjau dari sisi Perbankan Penyelenggara, Kredit Rumah Sejahtera dengan DP Rp 0,- itu sangat memungkinkan untuk dilaksanakan. Dan sebetulnya tanpa Program dari Anies – Sandi pun, Program DP Rp 0,- telah dilakukan oleh beberapa Bank Penyelenggara FLPP. Pihak Perbankan telah menyiapkan beberapa Bank Pelaksana Program ini. Sebut saja antara lain BRI Syariah IB, Mandiri Syariah, BTN Syariah, dan beberapa Bank lainnya.

Dari Aspek Hukumnya juga tidak ada masalah, hal tersebut mengacu pada Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016, yang berbunyi:

“Kredit atau pembiayaan dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sepanjang didukung dengan dokumen yang menyatakan, bahwa kredit atau pembiayaan tersebut merupakan program perumahan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah dikecualikan dari ketentuan ini dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku”.

Dengan Program yang disebut DP Rp 0, apakah lantas Calon Debitur sama sekali tidak mengeluarkan Uang ?.

Menurut hemat Saya tentu tidak. Calon Debitur tentu masih harus mengeluarkan Biaya-biaya sesuai Ketentuan masing-masing  Bank Penyelenggara FLPP ini.

Harga Rumah Sejahtera Tapak di wilayah Jabodetabek, Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara,  telah ditetapkan berkisar antara Rp 88 Juta, hingga Rp 95 Juta. Sedangkan di Maluku dan Papua sebesar Rp 144 Juta. Tapi itu adalah Penetapan Harga pada Tahun 2014. Untuk Tahun 2016, Harga Rumah Sejahtera Tapak di wilayah Jabodetabek adalah Rp 133,5 Juta, dan pada 2017 ditetapkan sebesar  Rp 144 Juta.

Kita asumsikan saja pada harga 2017 sebesar  Rp 144 Juta. Maka yang harus dipersiapkan oleh calon Debitur adalah:

  • Tabungan yang mengendap selama 6 Bulan, yang setara dengan DP 10%.

Menurut Pernyataan Anies Baswedan, Calon Debitur harus mampu menabung sejumlah Dana yang setara dengan DP 10%, itu artinya Calon Debitur harus mempunyai Dana sejumlah Rp 14.400.000,- dan harus terus mengendap di Rekening Bank yang ditunjuk sebagai Rekanan. Dalam hal ini, sesuai yang disebut-sebut adalah Bank DKI sebagai Bank Pemerintah Daerah. Dana tersebut akan diendapkan di Bank Rekanan sampai selesainya Tanggungan Kredit, atau sampai Pelunasan, yakni maksimal  selama 15 Tahun.

Berbeda lagi dengan Pernyataan Sandiaga Uno beberapa Waktu lalu. Sandiaga Uno menyatakan bahwa DP (Down Payment) akan dilakukan bertahap dalam Jangka 6 sampai 12 Bulan dengan cara diiur (dicicil) setiap bulannya. Jika hal ini yang akan dilakukan, maka sebutan untuk KPR dengan DP Rp 0,- tidak lagi sesuai, karena Calon Debitur masih tetap harus menyiapkan DP terlebih dahulu sebelum memiliki Rumahnya.

Atas perbedaan kedua Pernyataan tersebut, tentu mereka mempunyai cara untuk menyatukannya. Kita cukup menebak-nebak dan menunggu Keputusannya.

Terlepas dari cara mana yang akan dilaksanakan oleh Mereka (Anies – Sandi), sebetulnya BRI Syariah IB telah menawarkan hal serupa, bahkan hanya mensyaratkan Pengendapan Dana selama Masa Kredit sebesar Rp 4.900.000,- tidak setinggi Rencana Anies Baswedan yang mensyaratkan Pengendapan Dana yang setara dengan DP 10%.

Menurut Saya, hal ini menjadikan Program Anies –  Sandi perlu dikaji ulang, karena tidak lebih meringankan Calon Debitur yang notabene adalah Warga DKI.

  • Tentang Biaya Provisi 0,5% dari Nilai Kredit

Dalam setiap Pencairan Kredit, tentu Kita telah mengenal Biaya Provisi, kecuali memang digratiskan. Jika tidak, maka Biaya Provisi ini harus dibayarkan oleh Calon Debitur. Dan biasanya dibayarkan ketika Aplikasi Kredit telah disetujui dan akan dicairkan, dan tidak bisa di-include-kan dengan Kredit. Karena DP Rumahnya Rp 0, maka dari harga Rumah yang Rp 144 Juta adalah merupakan Nilai Kredit yang diajukan. Biaya Provisi 0,5% dari Nilai Kredit ini adalah sebesar Rp 720.000,-

Jumlah ini memang tidaklah besar, jika dibandingkan dengan Kepemilikan Rumah. Dan Saya rasa mungkin tidak akan memberatkan Warga.

  • Biaya Administrasi Kredit.

Besaran Biaya Administrasi yang ditetapkan oleh Perbankan biasanya berkisar antara Rp 250.000,- hingga Rp 500.000,-

Seperti halnya Biaya Provisi, Biaya ini mungkin juga tidak akan terasa memberatkan Warga.

  • Biaya Notaris.

Khusus Program ini pada Bank Rekanan, mungkin Biaya Notaris untuk Akad Kredit, Biaya Perikatan, dan Biaya Balik Nama Kepemilikan Tanah dan Bangunan (BPHTB) akan digratiskan. Tetapi jika tidak, dan pada umumnya memang tidak, maka Calon Debitur akan dikenakan sejumlah Biaya yang bervariasi, tergantung pada Notaris Rekanan Bank. Asumsi Saya, Biaya Notaris untuk hal ini adalah berkisar antara Rp 1.500.000,- hingga Rp 2.500.000,- Terkecuali jika Beban ini akan dibiayai oleh APBD, jadi Calon Debitur tidak usah membayarnya, dan pastinya Warga akan gembira.

  • Asuransi Kredit, Asuransi Jiwa dan Asuransi Kebakaran.

Entah apakah Program ini sudah Include Asuransi atau belum, tapi setiap Kredit, pihak Bank selalu akan menerapkan Asuransi untuk mengamankan Kreditnya. Dan jika telah di-Include-kan, maka Calon Debitur tak perlu membayar Biaya Asuransi. Tetapi jika belum, maka Calon Debitur akan dikenakan Biaya Asuransi untuk Jangka Waktu Kredit selama 15 Tahun.

Asuransi Jiwa termurah yang Saya ketahui adalah sebesar Rp 50.000,- per Tahun, dan dapat dibayar per Tahun. Sedangkan untuk Asuransi Kebakaran biasanya ditutup sekitar 3,75 per mil (per seribu) dari Nilai Kredit per Tahun. Jika nilai Kreditnya sebesar Rp 144 Juta, maka besaran Premi Asuransi Kebakarannya adalah Rp 8.100.000,-

Perhitungan Asumsi Saya, nantinya, Warga yang akan mengajukan KPR Rumah Sejahtera Tapak dengan DP Rp 0, harus menyiapkan Dana sekurang-kurangnya Rp 24.770.000,-

Pertanyaannya besar yang pertama adalah, adakah Calon Debitur yang mampu dan mau menyiapkan Dana untuk diendapkan di Rekening Tabungannya yang setara dengan DP 10% beserta Biaya-biaya yang harus dibayarkan di awal Kredit ?.

Jika Jawabannya tidak, maka Anies – Sandi sangat dimungkinkan akan menempuh jalan untuk mencukupinya agar Program bisa berjalan, mungkin dengan APBD. Jika hal ini yang akan dilakukan, maka Pemprov DKI harus menyiapkan Anggaran yang cukup besar untuk memenuhi Kebutuhan Perumahan di DKI Jakarta. Untuk menyediakan 500.000 Rumah Sejahtera Tapak saja, Pemprov DKI akan membutuhkan Dana sebesar Rp 12,385 Trilyun. Padahal Kebutuhan Rumah di DKI Jakarta melebihi Angka yang Saya sebutkan tadi.

Bukan berarti Saya menyepelekan Keuangan DKI Jakarta, tapi Saya tidak yakin bahwa Program KPR akan dapat dijalankan seperti ini, mengingat Total APBD DKI 2017 sebesar Rp 70,19 Trilyun. Jika iya, apakah lantas APBD DKI Jakarta akan dinaikkan sejumlah 12,385 Trilyun pada  Tahun berikutnya ?.

Saya rasa itu akan sangat memberatkan APBD DKI Jakarta.

Persyaratan lain yang diterapkan oleh Bank:

  • Calon Debitur dari Program FLPP ini adalah yang belum pernah memiliki Rumah, artinya Program Kredit ini adalah Program Kepemilikan Rumah pertama.
  • Program ini diperuntukkan bagi Calon Debitur yang Pendapatannya maksimal sebesar Rp 2,5 Juta per Bulan untuk KPR Rumah Sejahtera Tapak, dan Rp 4 Juta per Bulan untuk KPR Rumah Sejahtera Susun.
  • Program Kredit hampir dari setiap Bank, semuanya mensyaratkan Kredit yang diajukan harus Lunas saat Debitur berusia 65 Tahun.  Artinya, Calon Debiturnya adalah Warga yang berusia maksimal 50 Tahun pada saat Kredit disetujui.

Calon Debitur dengan 3 Kriteria di atas tentunya sangatlah banyak. Tapi khusus untuk Poin (2) akan dapat menjadikan Kendala, karena dengan Pendapatan sebesar itu, para Debitur tidak akan mampu membayar Cicilan KPR-nya. Sebagai sampel Perhitungan Angsuran Kredit, Saya mengacu pada BRI Syariah IB, yang menerapkan Peraturan Kredit seperti yang Saya gunakan di atas tadi. Untuk Kredit sebesar Nilai Rumah, yakni Rp 144 Juta, dengan Jangka Waktu Angsuran selama 15 Tahun, ditemukan Angsuran per Bulannya adalah sebesar Rp 2.231.493,-

Beban Angsuran Bulanan yang harus ditanggung oleh Debitur KPR dengan DP Rp 0,- adalah sebesar Rp 2.231.493,- (Link)

Jika Calon Debitur mampu menyiapkan Biaya Awal, Pertanyaan besar selanjutnya adalah, sanggupkah mereka untuk mengangsur sebesar Rp 2.231.493,- per bulan selama 15 Tahun tanpa boleh menunggak ?.

Ditilik dari sisi Pengembang Perumahan.

  • Adakah pengembang yang berani membangun Perumahan Rumah Sejahtera di Wilayah DKI, mengingat sulit dan tingginya Harga Tanah di DKI ?.
  • Jika Tanahnya tersedia, bagaimana Pengembang mensiasati agar dapat menjual RSH dengan harga sesuai Peraturan PUPR senilai maksimal 144 Juta ?.

Jika sempat, Saya ingin mengulasnya lagi di lain Kesempatan.

“ Jika semua Opsi yang akan dilakukan tidak dapat menemukan jalan, maka Opsi terakhirnya adalah tidak melaksanakan Program KPR dengan DP Rp 0,-“

“ Toh jika Program ini dilaksanakan, berarti Beliau berdua, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, telah resmi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, yang berarti Tujuan mereka telah tercapai, untuk memimpin Jakarta”.

Semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam bissawab.